REFILOSOFI
KEBUDAYAAN
PERGESERAN
PASCASTRUKTURAL
(
STUDY OF CULTURE, CULTURAL STUDIES )
Dari
aras filosofis, yakni nilai, maka kebudayaan kemudian terbumikan pada praksis
kehidupan. Inilah yang menggeret persoalan budaya pada domain antropologis;
satu domain yang menahbiskan suatu pengkajian asa budaya. Dalam model ini,
kebudayaan menjadi objek, yang mana sang peneliti menjadi subjek pengkaji. Satu
hal yang berbeda dengan cultrural studies, yang mana bahkan studi budaya telah
dilihat sebagai cara penguasaan epistemic atas masyarakat.
Di
sini, kekhawatiran filsafat akan non-filosofisnya ilmu budaya, tak sepenuhnya
terjadi. Disebabkan dalam berbagai studi tersebut, terdapat kegelisahan normatif yang mempertanyakan apa nilai kebudayaan. ini yang berusaha diklarifikasi oleh ahimsa putra atas tesis bekker yang menambatkan simbiolisme kognitif menyediakan jembatan kreatif bagi manusia untuk mengolah ulang alam sesuai dengan kemanusiaan. Misal sederhna terletak pada pembedaan insting dan nilai, yang membuat manusia tidak hanya berdasar hasrat seksual ketika berhadapan dengan lawan jenis, tetapi ia terbatasi oleh nilai (agama dan nilai sosial) yang mengeram serta mengarahkan.
pda titik ini, konsep manusia sebagai mahluk simbolik menjadi penting. Konsep ini menentang konsep manusia yang di determinsai oleh daya atau stimulan eksternal, yang mana naturalisme telah menghabiskan adanya realitas material ekstrenal yang berjalan secara deterministik, independen dari subjek. Disini manusia tidak berhadapan dengan dunia fisik selayaknya hewan. ia mampu mengambil jarak dengan realitas karena memiliki subtratum simbolik dibenaknya, yang membuat ia mampu melakukan refleksi atas stimulan eksternal.
Ia tidak mempresentasikan realitas seperti adanya, tetapi memiliki kapasitas untuk mengolah realitas itu menjadi simbol kultural, seperti bahasa, agama, seni dan ilmu pengetahuan. relitas tidak sama dengan sensasi indrawi karena ia tidak pernah terberi. melainkan merupakan rajutan simbolik kretaivitas. Aspek representasi simbolik menjadi pembeda karena dengan hal tersebut manusia memiliki filter untuk menyaring dunia sekaligus mengendalikan aspek instingtif yang menyamakan dengan binatang.
Pada ranah manusia mempertahankan identitasnya, ranah ini mengacu pada aktivitas yang fungsi primernya adalah mendefinisikan dan membatasi status manusia atau ekspresi yang hendak mewujudkan makna manusia atau ekspresi yang hendak mewujudkan makana manusia melalui simbol. aspek pertahanan identitas ini menjadi penting sebab ketika ranah mempertahankan kehidupan hanya melihat berfungsinya ritual untuk berdaptasi dengan lingkungan, maka kerja mempertahankan identitas merujuk pada panggalian jawaban, apa yang membuat ritual itu terjadi.
Referesnsi: Arif Syaiful, 2010. Refilosofi Kebudayaan: AM Arruz Media . Jogjakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar